Laman

Sabtu, 10 Oktober 2015

Sarjanaku di atap Bangun

SARJANAKU DI ATAP BANGUNAN.
Kini pagiku sudah menyapa, suara ayam berkokok sudah memberi tanda untuk membangunkan aku sholat subuh. Sesuduh sholat subuh yang merupakan kewajiban aku laksanakan, aku mencari buku matakuliah apa yang akan aku masuk hari ini. Setelah semua buku mata kuliah telah aku persiapkan, aku bergegas memakai baju buat pergi kuliah. Aku melihat baju kemeja yang cuma hanya satu-satunya aku miliki ini sudah mulai memudar warna nya, aku ingin memakai baju oblong, namun itu tidak di perbolehkan di dunia perkuliahan. Yah, mau gimana lagi. Aku terpaksa harus memakai baju kemeja yang aku miliki ini untuk seminggu penuh. Disaat baju aku sendiri harus aku cuci karna sudah bau keringat, aku sering memakai baju kawan yang se kamar kost dengan aku,  namun kawan ini benar-benar sangat memahami kedaan aku, dan dia merelakan bajunya untuk aku pakai pergi kuliah. Dan tidak jarang kawan-kawan aku di kampuspun yang suka becanda sering menanyakan. Hey ditra, ke ngkda baju lain ya? Kok baju yang ke pakek aku lihat itu-itu saja setiap hari. Yah,,aku sih mah cuek saja sama perkataan mereka, aku anggap saja perkataan  mereka Cuma sebatas becanda, walau terkadang hati ini sering merasa sedih, mau gimana lagi bang..itu memang sudah diri kita yang sebenarnya, sesuaipun dengan apa yang kawan-kawan katakana, Kalau aku memang Cuma punya satu pakaian,  buat aku pergi kuliah. Dan perkataan yang terasa sakit itu sering aku anggap biasa-biasa saja.

Selesai mata kuliah jam pertama sama jam kedua aku ikuti, haripun sudah mulai siang. Dan kami semua sudah bisa pulang. Kawan-kawan aku semua pada mengajak pergi ke perpustakaan kampus buat belajar kelompok. Tapi aku malah memikirkan isi perut, aku harus cari makan siang dimana hari ini, kalau misalnya aku  ikut pergi belajar kelompok sama mereka, aku pasti bakalan kelaparan. Perasaan aku jadi bimbang. Kalau tidak ikut bersama mereka, aku merasa tidak bertanggung jawab terhadap tugas kelompok yang telah diberikan dosen untuk kami kerja bersama. Dan sebaliknya jika aku ikut, besok pasti aku sudah tidak bisa pergi kuliah lagi, karna sakit busung lapar. Hahaha, aku jadi ketawa sendiri saat memikirkan nasib ini, aku terkadang juga sering membeda-bedakan kehidupan antara aku dengan mereka. Aku sering terfikirkan kenapa ya, aku di lahirkan di keluarga yang miskin, kenapa aku tidak menjadi anak dari orang tua mereka yang kaya, kan hidup aku tidak bakalan ribet kek gini….sehingga perasaan yang menyalahkan takdir sering aku alami. Tapi aku selalu percaya kalau kesusuhan itu hanyalah cobaan, Aku selalu percaya sama Allah. Allah itu tidak bakalan menguji hambanya dengan ujian yang tidak pernah bisa untuk hambanya lalui.jikapun  aku merasa sudah tidak adanya lagi pundak tempat untuk aku bersandar, namun aku tidak pernah kehilangan lantai dimana tempat untuk aku selalu bersujud.

Setelah aku memutuskan untuk tidak ikut pergi bersama kawan-kawan buat ke perpustakaan kampus, kini aku malah galau sendiri. Anak  Orang lain mungkin galau karna hari ini tidak tau mau makan di restoran mana. Kalau aku malah galau karna tidak tau mau cari makan dimana, hehe, mau belik tapi orang tua aku tidak pernah kirimin aku uang, mau marah sama orang tua di kampung,  kenapa mereka tidak kirimin uang buat aku, aku malah memikirkan apakah sekarang mereka sudah makan apa belum, sehingga rasa ingin menyalahkan orang tua malah berubah menjadi rasa sedih disaat menghayati keadaan mereka disana. Dan akhirnya akupun memutuskan untuk pergi berjalan-jalan di sekitar lokasi kampus, dengan perut rasanya macam di iris-iris, tapi aku tetap terus berjalan berharap aku akan menemukan seseorang yang bakalan menawarin aku ajak makan. 
Setelah perjalan yang setapak demi setapak aku langkahi, aku banyak melihat mereka yang seusia dengan aku, badannyapun juga sama besar kayak aku. Mereka sedang bekerja menganggkat-ngangkat batu bata, ada yang sedang ngadok semen, ada yang sedang berada di atas genteng dan ada juga yang berprofesi sebagai tukang plastel. Disini aku mulai terfikir buat bekerja, daripada aku ngkda makan, apasalahnya kalau aku mencoba melamar pekerjaan ini, siapa tau selain aku bisa dapat uang makan, mungkin aku juga bisa biayain uang kuliah aku nantinya.Ahhh tes masuk aja mas bro, kata hati aku sangat berantusias menyuruh aku masuk kedalam. Saat aku masuk kedalam aku jadi merasa takut sendiri melihat wajah sebagian dari mereka sangat garang-garang. Aku duduk dan melihat mereka bekerja, aku tidak berani mengutarakan maksud dan tujuan aku mampir di sini sama mereka, aku takut, tapi rasa lapar ini terus mendesak aku untuk berani meminta bekerja. Disaat merekapun sedang istirahat, mereka duduk dan meminum kopi sama makan kue yang sudah di belikan. Mereka yang melihat aku sedang berada disitu juga menawarin aku kopi. Mau minum aku malu,tapi jika aku tetap mempertahankan malu aku sama mereka, perut aku bakalan tidak terisi apa-apa hari ini. Oh ya pak maksih, aku ambil segelas kopi sama sepotong kue untuk aku makan. Aku mulai memberanikan diri untuk mengutarakan maksud aku kesini. Aku bertanya sama bapak itu, apakah disini masih membutuhkan orang untuk bekerja ? Bapak itu bilang kalau untuk sekarang lagi penuh, aku mulai bimbang lagi. Tapi gini aja nak, kamu tinggalin saja no Hp kamu sama bapak, kalau misalnya besok bapak perlu orang untuk bekerja, bapak bakalan hubungin kamu saja. Setelah aku tinggalin no Hp aku sama bapak itu, akhirnya aku mintak pamit buat pulang ke kost. Dalam hati aku sangat berharap kalau besok bapak itu bakalan menghubungi aku dan bisa memberikan aku pekerjaan. Tapi lumanyan buat hari ini, aku masih bisa makan sepotong kue sama segelas kopi buat mengganjal perut yang kosong  buat besok paginya. Dan muda-mudahan untuk hari esok aku bisa makan nasi sama kayak mereka, dan aku juga bisa memberi makan orang lain. Dalam hati aku sangat berharap kalau aku bakalan menemukan kesuksesan di perantauan ini dengan aku juga sedang berkuliah.


Hari ke esoknya adalah hari minggu, Tet..tot..tet..tot.. paginya aku melihat Hp aku sedang berdering, aku melihat ada no masuk yang tidak ada keluar nama nya, aku berharap yang menelpon ini adalah bapak tukang bangunan kemarin, yang ingin memberikan aku pekerjaan. Bergegas aku mengambilkan Hp lalu aku angkat telponnya. Assalamualaikum, benarkah ini dengan adek yang kemarin, yang  pernah datang ketempat pekerjaan saya dan meminta pekerjaan sama saya sebagai kuli bangunan?? Dalam hati, Alhamdulillah muda-mudahan ini rejeki bagi aku. Iya, bapak. Ini dengan saya, oh ya kalau misalnya kamu jadi ingin bekerja disini boleh datang terus hari ini ketempat yang kemarin, pas sekali karena bapakpun lagi perlu orang kerja ni, karna orang kerja satu sudah pulang kampung, makanya bapak perlu kamu sebagai pekerja. Oh yaya bapak, saya sekarang kesana, terimakasih bapak.

Aku senang karena aku sudah mendapatkan pekerjaan, ya walaupun pekerjaan aku hanya sebagai kuli bangunan semata. mungkin bagi orang, itu kelihatan hina jadi kuli bangunan, tapi aku harus membuang semua rasa gengsi itu, aku harus membuang rasa malu itu,  karna aku sadar pada dasarnya aku bukanlah anak yang terlahirkan dari rahim seorang orang tua yang semenjak dari sono nya sudah kaya. Tapi kini aku menginginkan perubahan, aku menginginkan derajat dan martabat orang tua aku tidak ada yang melecehkannya. Dan aku bangga kalau aku terlahirkan dari keluarga orang miskin karena aku berkesempatan buat jadi orang kaya, hahaha. Aku bisa hidup mandiri, karna aku percaya walaupun aku terlahir dari keluarga orang kaya sekalipun, namun yang kaya itu hanyalah orang tua, itu semua sangat tidak bearti apa-apa disaat kita sudah lepas dari mereka, kalau misalnya kita hanya bakalan terus-terusan bergantung sama harta kekayaan orang tua. Mau sampai kapan??? Ahhh kalau dipikir-pikir hidup betul-betul serba salah, dalam hati aku lagi-lagi ngoceh tidak jelas. Aku akhirnya terus pakai baju dan memasukkan baju kerja ke dalam tas dan pergi berangkat jalan kaki ketempat kerja yang kebetulan tidak terlalu jauh dari kost. 

Setelah aku sampai di tempat kerja, aku berjumpa sama bapak yang telah memberikan aku pekerjaan. Bapak itu bertanya sama aku, apakah kamu bakalan sanggub untuk bekerja sebagai kuli bangunan, kamukan seorang mahasiswa, tidak malu nantik kalau misalnya kamu dilihat sama kawan-kawanmu sedang kerja bangunan?? Aku Cuma menjawab, kenapa saya harus malu, kerja bangunan upahnyakan halal yang kita dapatkan. Saya lebih malu jadi seorang pejabat yang kekayaan  saya dapatkan itu semua uang rakyat, yang saya makan.Gimana menurut bapak setuju ngak?? Kemiskinan, jeritan tangis para rakyat jelata, tidak pernah di hiraukan oleh mereka. Pemimpin, para pejabat, mereka semua hidup dengan kemewahan harta kekayaan para rakyat, mereka bisa bersenang-senang setelah rakyat memelih nya, yang kita anggap bisa memimpin bangsa. Tapi nyatanya jeritan tangis para rakyat jelata semakin bertambah di seluruh pelosok. Mana keadilan, kesejahtaraan yang mereka janjikan semua. Tidakkah kita lihat kekejaman dari pemimpin yang telah kita pilih sendiri. yang miskin  semakin miskin, yang kaya malah menumpuk kekayaan itu untuk diri sendiri, Negara kita tidak pernah bakalan ada yang nama nya  keadilan, selama manusia ini tidak pernah lepas dari sikap rakus, mereka tidak pernah puas dengan apa yang mereka dapati, mereka selalu pengen lebih dan lebih, walaupun mereka harus mengambil hak orang lain, mereka sama sekali tidak pernah peduli, sehingga hak rakyat jelata yang seharusnya mereka tidak semestinya merasakan kelaparan, akan tetapi hak itu juga malah dimakan oleh orang-orang yang telah dipercayai oleh rakyat menjadi seorang pemimpin, tapi mereka semua tidak lebih dari penjajah, mereka tidak lebih dari pengkhianat. Dimana hati nurani mereka disaat mereka melihat semakin banyak nya pengemis yang meminta-minta di jalanan,  karena sempitnya lapangan pekerjaan. Mereka hanya bekerja sebagai wakil rakyat tidak lebih dari sedekar mendapatkan gaji untuk kesejahtraan kehidupan diri sendiri semata, Namun mana perubahan yang telah mereka programkan berjalan, hanya sebagian kecil dari pemimpin yang benar-benar memikirkan untuk kesejahtraan semua orang. Tapi sebagian besarnya malah bersenang-senang di atas jeritan tangis rakyat semata. Jadi ngoceh lagi aku pak!!
Saya siap untuk bekerja sebagai kuli bangunan asalkan saya bisa makan.
Setelah itu aku mulai megantikan pakaian yang aku pakai dengan pakaian kerja. Hari pertama aku bekerja hanya sebagai kernet mereka, yang aku bisa Cuma mengadok semen sama mengambil batu bata, yang lainnya sama sekali aku tidak bisa apa-apa. Bapak itu juga memahami aku sebagai pekerja pemula, disini aku mulai diajari cara bekerja sikit demi sedikit sehingga sampai aku mengerti cara-cara kerja yang lainnya di bangunan. Panas terik matahari yang membakar kulit sangat aku rasakan, sehingga aku sadar akan kesusahan orang tua dalam mencari nafkah saat menghidupi sang keluarga. Dulunya aku hanya sebagai anak yang bisa nya Cuma meminta pada orang tua, tanpa peduli bagaimana keadaan mereka disaat bekerja banting tulang demi mencari rupiah seadanya. Adakah aku mau tau akan keadaan mereka!!

Dibangunan aku bekerja banting tulang dengan gaji yang seadanya, tapi dengan aku bekerja bangunan, sekarangpun aku sudah jarang merasakan  kelaparan,  sisa gaji dari uang makan,  lebih nya untuk aku menabung sebagai SPP biaya kuliah aku nantinya,  aku sering berharap adanya biaya siswa yang  bisa aku dapatkan di bangku perkuliahan, banyak program beasiswa di kampus untuk mahasiswa kurang mampu, namun sungguh aneh, beasiswa kerap didapatkan oleh mereka yang kita lihat orang tuanya adalah orang yang mampu. Terkadang aku juga sering memikirkan, ada apa dengan Negara indonesia ini yang sebenarnya. Yang kuat hanya bakalan terus-terusan berkuasa, akan tetapi yang lemah hanya bisa bermain dibawah kaki mereka. Akupun memutuskan kalau Negara aku ini hanyalah Negara yang tidak pernah lepas dari hukum rimba. Kawan semiskin dengan akupun pernah berkata, jangan menuntut keadilan dan kesejahtraan di Negara kita indonesia, selama kita belum bisa jadi penguasa. Kapan kita bisa jadi penguasa, sedangkan kita bukan siapa-siapa, kita hanya rakyat jelata mas bro,,kemungkinan untuk hidup saja kita tidak ada, kita hanya bakalan mati dengan jeritan penderitaan, resik tangisan kita tidak pernah ada yang mendengarkan nya. Kita bagaikan pipit yang bermain di bawah perut sang gajah.
 :D
Aku kuliah sambil kerja bangunan, bertahun-tahun aku Cuma bisa menggantungkan hidup sama pekerjaan yang orang lain anggap mungkin hina, namun bagi aku disinilah aku bisa mengisikan perutku yang dulunya sering kekosongan. Bangunan juga merupakan jalan rezeki yang allah berikan untuk aku, sehingga akupun bisa membiayain  uang kuliah aku sendiri tanpa harus meminta sama orang tua, terimakasih aku sama bapak tempat dimana pertama kali aku melamar sabagai kuli bangunan, beliau telah mau mendidik aku, beliau telah mau mengajari aku sebuah pekerjaan, yang dengan pekerjaan itu aku bisa meraih gelar sarjana sebagai mahasiswa kuli bangunan. Alhamdulillah berkat bantuan orang-orang ini semua, sekarang aku bisa menyelesaikan kuliah aku hanya dengan beasiswa ngadok semen di bangunan.
Aku berpesan sama kalian, untuk mahasiswa semiskin dengan aku. Kemiskinan bukanlah hambatan untuk kita meraih yang namanya kesuksesan, niat, tekad, kesabaran dan keikhklasan dalam berusaha adalah kunci untuk kalian meraih semua kesuksesan


Karya Tulis Andri Saputra
kyoykyo.

KESUKSESAN MILIK ORANG YANG BERANI  BERMIMPI

Andri saputra
Kyokyo
Universitas uin ar-raniry
Fakultas ushuluddin
Sosiologi Agama


Tidak ada komentar:

Posting Komentar